Senin, 30 April 2012
HUKUM MEMBACA AL-QUR-AN
APA HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah hukum membaca Al-Qur'an, wajib atau sunnah, karena kami sering ditanya tentang hukumnya. Di antara kami ada yang mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib, bila membacanya tidak mengapa dan jika tidak membacanya tidak apa-apa. Bila pernyataan itu benar tentu banyak orang yang meninggalkan Al-Qur'an, maka apa hukum meninggalkannya dan apa pula hukum membacanya ?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga terlipah kepada RasulNya, keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Yang disyariatkan sebagai hak bagi orang Islam adalah selalu menjaga untuk membaca Al-Qur'an dan melakukannya sesuai kemampuan sebagai pelaksanaan atas firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an)" [Al-Ankabut : 45]
Dan firmanNya.
"Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Qur'an)" [Al-Kahfi : 27]
Juga firmanNya tentang nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Dan aku perintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri. Dan supaya aku membaca Al-Qur'an (kepada manusia)" [An-Naml : 91-92]
Dan karena sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Bacalah Al-Qur'an karena sesungguhnya dia datang memberi syafa'at bagi pembacanya di hari Kiamat" [1]
Seharusnya seorang muslim itu menjauhi dari meninggalkannya dan dari memutuskan hubungan dengannya, walau dengan cara apapun bentuk meninggalkan itu yang telah disebutkan oleh para ulama dalam menafsirkan makna hajrul Qur'an. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata di dalam Tafsinya (Tafsir Ibnu Katsir 6/117) : Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman memberi khabar tentang Rasul dan NabiNya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berkata.
"Artinya : Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan" [Al-Furqan : 30]
Itu karena orang-orang musyrik tidak mau diam memperhatikan dan mendengarkan Al-Qur'an sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan orang-orang yang kafir berkata,'Janganlah kamu mendengarkan Al-Qur'an dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya" [Fushishilat : 26]
Bila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka membuat gaduh, hiruk pikuk dan perkataan-perkataan lain sehingga tidak mendengarnya, ini termasuk makna hujran Al-Qur'an. Tidak beriman kepadanya dan tidak membenarkannya termasuk makna hujran. Tidak men-tadabburi dan tidak berusaha memahaminya termasuk hujran. Tidak mengamalkannya, tidak melaksanakan perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangan termasuk makna hujran. Berpaling darinya kepada hal lain, baik berupa sya'ir, percakapan, permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain Al-Qur'an, semua itu termasuk makna hujran.
BERUSAHALAH UNTUK MEMPERBAIKI BACAAN AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya asli orang Yaman, sudah sepuluh tahun menetap di Saudi. Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia dan saya senang sekali membaca Al-Qur'an Al-Karim, saya sering membacanya di masjid, namun pada ayat-ayat tertentu saya tidak bias melafalkannya dengan benar (fasih), dikarenakan saya tidak pernah duduk di bangku sekolah. Apakah bacaan Al-Qur'an Al-Karim yang saya lakukan dengan seadanya, masih banyak salah dalam sebagian ayat menimbulkan dosa bagi saya ? Saya mohon penjelasan.
Jawaban
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du
Berusahalah untuk memperbaiki bacaanmu dengan cara belajar kepada salah seorang ahli Al-Qur'an (Al-Qura) yang sudah mu'tabar (dianggap keberadaannya) dan perbanyaklah membaca apa-apa yang telah engkau kuasai di masjid dan di tempat lain. Bila engkau berusaha untuk itu, maka pasti Allah memudahkan urusanmu. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Orang yang mahir (membaca) Al-Qur'an, dia bersama para malaikat yang mulia lagi jujur, dan orang yang membacanya sambil terbata-bata serta mengalami kesulitan, maka dia mendapatkan dua pahala" [Bagian dari hadits riwayat Muslim dan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha No. 244-(898), Kitab Shalah Al-Musafirin wa Qashruha, bab 38]
BILA ENGKAU HENDAK MEMBACA AL-QUR'AN MINTALAH PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI GODAAN SETAN YANG TERKUTUK
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Sesungguhnya saya berusaha untuk membaca Al-Qur'an Al-Karim dan saya sangat mencintai Kitab Allah (ini), namun dada saya terasa sempit (sesak) sehingga tidak bisa menyelesaikan bacaannya, maka bagaimanakah solusinya ?
Jawaban.
Solusinya adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah" [An-Nahl : 98-100]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi kita panduan sebelum memulai membaca Al-Qur'an, yaitu 'kita memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk', dengan tujuan agar Allah mengusir musuh (kita) ini dari bacaan tersebut serta menjauhkannya dari kita.
Dan hendaklah anda men-tadabburi-nya, karena bila anda men-tadabburi-nya, maka ini mendatangkan kekhusyu'an dan membuat anda senang (dan cinta) terhadap Al-Qur'an Al-karim. Janganlah menyelesaikan satu surat atau satu juz menjadi tujuan pokok anda, tapi hendaklah yang anda cari sebagai maksud pokok adalah tadabbur serta tafakkur dalam ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sedang and baca. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memanjangkan bacaan pada shalat malam, bila melewati ayat rahmat, beliau berhenti dan memohon kepada Allah dan bila ayat berkenaan dengan adzab dilewati, beliau berhenti dulu dan meminta perlindungan kepada Allah. Semua ini menunjukkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca dengan tadabbur dan sepenuh hati.
CARA YANG PALING MUDAH UNTUK MENGHAFAL AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa nasihat anda kepada para pemuda dalam menempuh cara yang paling mudah untuk menghafal Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala ?
Jawaban.
Al-Qur'an itu dimudahkan dan sangat mudah menghafalnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk dijadikan pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" [Al-Qamar : 17]
Dan yang menentukan adalah kemauan orang dan ketulusan niatnya. Bila dia memiliki kemauan yang tulus dan keseriusan terhadap Al-Qur'an, maka Allah akan memudahkan dia untuk menghafalnya dan memudahkan Al-Qur'an untuk dihafal.
Ada beberapa hal yang membantu dalam mengahaflnya, seperti mengkhususkan waktu yang sesuai setiap hari. Engkau belajar kepada guru Al-Qur'an di masjid dan Alhamdulillah guru-guru Al-Qur'an sekarang sangat banyak (di Saudi, -pent). Engkau tidak mendapatkan satu perkampungan melainkan pasti di dalamnya ada orang yang mengajarkan Al-Qur'an. Ini kesempatan yang mulia sekali yang zaman dahulu belum pernah terjadi.
Maka seharusnya saudara kita ini memilih halaqah atau guru yang ada itu dan selalu hadir bersama guru tersebut sampai hafalannya tamat.
Engkau juga harus mengulang-ulang apa yang telah engkau baca, dua kali, tiga kali dan seterusnya, sampai hafalan itu melekat di hati dan ingatanmu. Dan kewajibanmu adalah mengamalkan Kitab Allah ini, karena hal itu merupakan wasilah (sarana) yang paling agung untuk mempelajarinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan bertakwalah kamu kepada Allah : Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" [Al-Baqarah : 282]
DIANTARA CARA MENGHAFAL AL-QUR'AN ADALAH MENGULANG-ULANG DAN MENJAGANYA
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bagaimana cara menjaga hafalan Al-Qur'an saya ?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Di antara cara menghafal Al-Qur'an adalah selalu mengulang-ulang dan menjaganya, juga bersungguh-sungguh, ikhlas, berkeinginan keras untuk menghafalnya, memahaminya dan men-tadabburi-nya serta ber-tadharru' (memelas) dan memohon taufiq (kemudahan) untuk hal itu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hati-hatilah dari perbuatan maksiat serta bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari dosa-dosa maksiat yang pernah dilakukan.
DISUNNAHKAN MEMPERBANYAK MEMBACA AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah membaca Al-Qur'an itu wajib atau sunnah ? Dan apa hukum meninggalkannya, apakah haram atau makruh ?.
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk diimani, dipelajari, dibaca, di-tadabburi, diamalkan, dijadikan sandaran hukum, dijadikan rujukan dan untuk dijadikan obat dari berbagai penyakit dan kotoran hati serta untuk hikmah-hikmah lain yang Allah kehendaki dari penurunannya. Manusia terkadang suka meninggalkan Al-Qur'an, dia tidak beriman, tidak mendengarkan dan tidak memperhatikannya. Terkadang dia mengimaninya, namun tidak mempelajarinya. Terkadang dia mempelajarinya, namun tidak membacanya. Terkadang dia membacanya, namun tidak men-tadabburinya. Terkadang tadabbur sering ia lakukan, namun ia tidak mengamalkannya. Ia tidak menghalalkan apa yang dihalalkannya dan tidak mengharamkan apa yang diharamkannya. Dia tidak menjadikannya sebagai sandaran dan rujukan hukum. Dia juga tidak berobat dengannya dari penyakit-penyakit hati dan jasmani. Maka hajrul Qur'an (meninggalkan Al-Qur'an) terjadi dari seseorang sesuai dengan kadar keberpalingan dia darinya, sebagaimana yang telah dijelaskan.
Hendaknya seorang hamba bertakwa kepada Allah dalam (rangka menyelamatkan) dirinya dan hendaknya dia berkemauan keras untuk mengambil manfaat dari Al-Qur'an dalam segala hal yang memungkinkan serta hendaklah dia mengetahui bahwa dia akan kehilangan dari mendapatkan kebaikan sesuai kadar hujran yang dia lakukan.
Adapun membacanya, maka itu disyari'atkan dan disunnahkan memperbanyak membacanya serta mengkhatamkannya sebulan sekali, namun ini tidak wajib.
TIDAK PATUT MENINGGALKAN MEMBACA AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang telah belajar membaca Al-Qur'an, akan tetapi sudah lewat satu tahun dia tidak membacanya lagi. Apa hukum syari'at terhadap meninggalkannya itu.
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan sahabatnya, wa ba'du.
Tidak pantas (tidak patut) hal itu terjadi dan kewajiban ahli ilmu yang berada di sekitarnya menasihati dia dan menjelaskan keutamaan membacanya, men-tadabburi-nya dan mengambil pelajaran darinya. Mudah-mudahan dia menerima nasihat itu dan mau membacanya lagi.
HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN BAGI YANG SEDANG JUNUB
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta' ditanya : Apa hukumnya membaca Al-qur'an dengan hafalan atau dengan melihat mushaf bagi orang yang sedang junub?
Jawaban
Tidak boleh bagi orang yang sedang junub untuk membaca Al-Qur'an sebelum ia mandi junub, baik dengan cara melihat Al-Qur'an ataupun yang sudah dihafalnya. Dan tidak boleh baginya membaca Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci yang sempurna , yaitu suci dari hadats yang paling besar sampai hadats yang paling kecil.
HUKUM MENYENTUH BUKU ATAU MAJALAH YANG DIDALAMNYA TERDAPAT AYAT-AYAT SUCI AL-QUR'AN BAGI WANITA HAIDH
Pertanyaan
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah diharamkan bagi orang yang sedang junub, atau haidh untuk menyentuh buku-buku serta majalah-majalah yang didalamnya terdapat ayat-ayat suci Al-Qur'an ?
Jawaban
Tidak diharamkan bagi orang yang sedang junub atau sedang haidh atau yang tidak berwudhu untuk menyentuh buku atau majalah yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur'an , karena buku-buku dan majalah-majalah itu bukan Al-Qur'an .
HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN BERSAMA-SAMA
Membaca Al-Qur'an merupakan ibadah dan merupakan salah satu sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada dasarnya memvaca Al-Qur'an haruslah dengan tatacara sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencontohkannya bersama para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada satupun riwayat dari beliau dan para sahabatnya bahwa mereka membacanya dengan cara bersama-sama denga satu suara. Akan tetapi mereka membacanya sendiri-sendiri, atau salah seorang membaca dan orang lain yang hadir mendengarkannya.
Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Hendaknya kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para Al-khulafa'ur Rasyidin setelahku"
[Diriwayatkan oleh Abu Daud no 407 dalam kitab Sunnah, bab Fii Luzuumis Sunnah ; Ibnu Majah no 42 dalam Al-Muqaddimah, bab Ittiba'ul Khulafa'ir Rasyidinal Mahdiyyin, dari hadits Al-Irbadh Radhiyallahu anhu, ... dst]
Sabda beliau lainnya.
"Artinya : Barangsiapa mengada-ngadakan dalam perkara kami ini (perkara agama) yang tidak berasal darinya, maka dia itu tertolak"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no, 2697 dalam Al-Shulh bab 'Idza Isththalahu 'ala Shulhin Juur Fash Shulh Mardud' dan Muslim no 1718 dalam kitab Al-Uqdhiyah bab 'Naqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umur' dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha]
Dalam riwayat lain disebutkan. "Artinya : Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak"
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 1718 jilid 18, dalam kitab Al-Uqdhiyah bab Maqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umu' dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha]
Diriwayatkan pula dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan kepada Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Ia berkata kepada beliau,"Wahai Rasulullah, apakah aku akan membacakan Al-Qur'an di hadapanmu sedangkan Al-Qur'an ini diturunkan kepadamu?" Beliau menjawab : "Saya senang mendengarkannya dari orang lain". [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5050, dalam Fadhailul Qur'an, bab 'Barangsiapa mendengarkan Al-Qur'an dari orang selainnya' dari hadits Abdullah bin Mas'ud, .... dst]
BERKUMPUL DI MASJID ATAU DI RUMAH UNTUK MEMBACA AL-QUR'AN BERSAMA-SAMA
Jika yang dimaksudkan adalah bahwasanya mereka membacanya dengan satu suara dengan 'waqaf' dan berhenti yang sama, maka ini tidaklah disyariatkan. Paling tidak hukumnya makruh, karena tidak ada riwayat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maupun dari para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun apabila bertujuan untuk kegiatan belajar dan mengajar, maka saya berharap hal tersebut tidak apa-apa.
Adapun apabila yang dimaksudkan adalah mereka berkumpul untuk membaca Al-Qur'an dengan tujuan untuk menghafalnya, atau mempelajarinya, dan salah seorang membaca sedang yang lainnya mendengarkannya, atau mereka masing-masing membaca sendiri-sendiri dengan tidak menyamai suara orang lain, maka ini disyariatkan, berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda.
"Artinya : Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Qur'an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-mahkluk yang ada di sisiNya"
[Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim no. 2699 dalam kitab Dzikir dan Do'a, bab 'Fadhlul Ijtima 'Ala Tilawatil Qur'an wa 'Aladz Dzikir dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Lihat juga Fatawa Lajnah Da'imah no. 3302]
HUKUM SHALAT BERMAKMUM KEPADA ORANG YANG MEMBACA AYAT AL-QUR'AN TANPA MEMAKAI TAJWID
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Perlu anda ketahui sesungguhnya saya adalah imam masjid di salah satu sudut daerah Riyadh. Yang menjadi masalah adalah sesungguhnya saya lemah dalam tajwid tatkala membaca dan banyak salah. Saya hafal 3 Juz dan beberapa ayat di surat-surat yang terpencar, sedangkan saya sangat khawatir atas tanggung jawab yang saya pikul. Mohon saran, apakah saya terus menjadi imam atau harus mengundurkan diri ?
Jawaban.
Anda harus berusaha menghafal ayat-ayat yang mudah dan memperbaiki bacaannya dan saya beri anda kabar gembira berupa kebaikan dan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla nila niatmu baik dan anda mengerahkan seluruh kemampuan untuk itu, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagianya jalan keluar" [Ath-Thalaq : 2]
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : orang yang mahir Al-Qur'an dia bersama para Malaikat yang mulia lagi baik, sedangkan orang yang membaca Al-Qur'an sambil terbata-bata dan mengalami kesulitan maka dia mendapatkan dua pahala"
Kami tidak menyarankan anda untuk mengundurkan diri, namun kami mewasiatkan agar anda terus bersungguh-sungguh, sabar, tabag sampai anda berhasil dalam membaca Kitab Allah dengan tajwid dan dalam menghafal seluruhnya atau ayat-ayat yang mudah.
Semoga Allah memberimu taufik dan kemudahan
HUKUM SHALAT DI BELAKANG IMAM YANG BERTALHIN DALAM BACAAN AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ada seorang imam yang suka ber-talhin (tidak sesuai ilmu tajwid) dalam bacaan Al-Qur'an dan terkadang menambah dan mengurangi huruf-huruf ayat Al-Qur'an. Apa hukum shalat bermakmum kepadanya ?
Jawaban
Bila lahn-nya tidak merubah makna (ayat) maka tidak apa-apa shalat bermakmum kepadanya, seperti me-nashab-kan kata Rabba atau me-rofa-kannya (Rabbu) di dalam Alhamudlillahi Rabbil Alamin, begitu juga jika me-nashab-kan kata Ar-Rahman atau me-rofa-kannya dan lain-lain. Adapun bila menyebabkan perubahan makna, maka tidak (boleh) shalat bermakmum kepadanya jika orang itu tidak mengambil manfaat dengan belajar atau diberi tahu (bacaan salahnya) seperti membaca iyyaka na'budu dengan kaf di-kasrah (iyyaki) dan sepeti membaca an-'amta dengan di-kasrah atau di-dhammah huruf ta-nya.
Bila dia menerima arahan dan memperbaiki bacaannya dengan cara diberitahu oleh makmum, maka shalat dan bacaannya itu sah.
Yang jelas, setiap muslim dalam semua keadaan disyari'atkan mengajari saudaranya, baik dalam shalat atau di luar shalat, karena seorang muslim merupakan saudara muslim lainnya. Dia mengarahkannya bila salah dan mengajari bila bodoh dan membetulkan bacaannya bila terjadi kekeliruan.
KAMI MEWASIATKAN KEPADA SETIAP ORANG (MUSLIM) AGAR MENDIDIK ANAK-ANAKNYA UNTUK MENGHAFAL AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Sebagaimana yang anda ketahui bahwa Al-Qur'an Al-Karim itu mempunyai peranan penting yang tampak jelas dalam perilaku keluarga muslim dan masyarakat. Apakah Anda mempunyai saran dalam hal yang penuh berkah ini, terutama dikarenakan kaum muslimin tidak mempunyai keinginan untuk memasukkan anak-anaknya ke dalam halaqah jama'ah tahfizh Al-Qur'an.?
Jawaban.
Sungguh engkau sangat bagus wahai penanya dan tidak ada tambahan lagi atas apa yang telah engkau sebutkan.
Tidak ragu lagi bahwa Al-Qur'an adalah Kalamullah, dan hanya membacanya karena Allah bisa mendapatkan pahala, sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an maka dia mendapat satu kebaikan, sedangkan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat, saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf" [Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah Ibn Mas'ud Radhiyallahu 'anhu no. 2910 Kitab Fadhail Al-Qur'an, bab: 16. Imam At-Tirmidzi berkata : Ini hadits hasan shahih, hadits ini dishahihkan juga oleh Al-Albani, lihat Shahih Al-Jami 5/340]
Jika halnya seperti ini maka seharusnya setiap muslim itu memperhatikan Al-Qur'an, memperhatikan membacanya, tajwidnya dan selalu sering membacanya agar dia termasuk dalam golongan orang-orang yang membaca Al-Qur'an dengan sebenar-benarnya, seyogyanya menetapkan jadwal harian untuk membacanya, sehingga tidak ada hari yang berlalu tanpa membaca Al-Qur'an.
Bila dia mempunyai waktu khusus seperti ba'da shalat Shubuh dan ba'da shalat Maghrib, dia mengambil mushaf dan terus membacanya -bila tidak hafal- dia membaca apa yang mudah baginya setiap hari. Dengan cara seperti ini berarti dia telah memperhatikan Al-Qur'an dan tidak meninggalkannya, karena sesungguhnya Allah mencela orang-orang yang meninggalkannya di dalam firmanNya.
"Artinya : Dan Rasul berkata, "Wahai Tuhanku sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang diacuhkan" [Al-Furqan : 30]
Artinya mereka berpaling dari Al-Qur'an.
Meninggalkannya adalah berpaling darinya, tidak membacanya sesuai dengan yang semestinya dan lain-lain, ini berhubungan dengan orang awam.
Begitu juga kami wasiatkan kepada orang muslim yang baik terhadap dirinya sendiri dan yang cinta kepada sesama, agar mendidik anak-anaknya untuk menghafal Kitab Allah semenjak usia dini, menjadikan mereka cinta terhadap Kitab Allah dan mengajarkannya sejak kecil sehingga mereka tumbuh terdidik di atas pemahaman Kitab Allah.
Sesungguhnya Jam'iyah Khairiyah banyak tersebar di negeri ini (Saudi Arabia), di setiap daerah ada sekolah untuk pengajaran Al-Qur'an. Anak-anak -biasanya- mempunyai waktu senggang di sore hari setelah ba'da Ashar, mereka tidak mempunyai kesibukan, oleh sebab itu si ayah seharusnya membawa anak-anaknya dan menggabungkan mereka pada sekolah-sekolah ini serta mendorong dan memberi semangat mereka untuk hal itu meskipun dengan diiming-imingi hadiah untuk hadir di sana dan menghafalnya.
Dengan hal seperti itu berarti Allah Ta'ala memberi manfaat terhadap mereka dan mereka memberi manfaat terhadap orang tuanya. Pembicaraan tentang manfaat ini sudah dikenal oleh semua (orang), bukan di sini tempat bagi penjelasannya.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur'an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur'an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 22-24 Darul Haq]
KETIDAK HAFALANNYA ATAS AL-QUR'AN DIMA'AFKAN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukumnya bagi orang yang sering membaca Al-Qur'an Al-Karim, namun karena daya ingatnya lemah, dia tidak bisa menghafalnya ? Apa pula hukum orang yang menghafal Al-Qur'an dan melupakannya, seperti orang (pelajar) yang menghafalnya untuk tujuan ikhtibar (ujian), apakah itu berdosa.?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Orang yang banyak membaca Al-Qur'an, namun dia tidak menghafalnya karena daya ingatnya lemah, maka dia itu mendapatkan pahala atas bacaannya itu dan dimaafkan ketidak-hafalannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Maka bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian" [At-Thagabun : 16]
Adapun orang yang menghafal Al-Qur'an, misalnya untuk ujian, kemudian dia lupa, maka dia telah berbuat kesalahan dan telah lepas darinya kebaikan yang banyak.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
KEWAJIBAN BAGIMU ADALAH BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Sesungguhnya saya sering membaca Al-Qur'an Al-Karim, namun tidak bagus (menerapkan) hukum-hukum (tajwid)-nya, sering keliru dalam membaca. Apakah saya berdosa dengan melakukan perbuatan itu ?
Jawaban
Merupakan suatu kewajiban atas setiap orang muslim mempelajari cara tilawah Al-Qur'an sampai dia mengusai dan membacanya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sesuai dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada RasulNya. Dia membacanya sesuai dengan kemampuan, bila memungkinkan membacanya dengan tenang dan diulang-ulang sehingga betul-betul benar, maka dia mendapat dua pahala, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan sabdanya.
"Artinya : Orang yang membaca Al-Qur'an dan dia terbata-bata didalamnya serta dia mengalami kesulitan, dia itu mendapat dua pahala.."[1]
Maka anda wahai saudaraku, bersabarlah dan tenang, ulang-ulanglah per kata beberapa kali sampai anda mampu mengucapkannya sesuai dengan apa yang semestinya, meskipun anda mengalami kesulitan, karena pahalanya sangat besar. Janganlah anda coba-coba untuk tergesa-gesa dan melantunkan Al-Qur'an dengan tidak peduli apakah salah atau benar, hal seperti ini termasuk menghina firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kita mengetahui bahwa ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara dengannya sebagaimana kita membacanya dengan huruf-huruf dan harakat-harakat ini dan Jibril Alaihis salam menerimanya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian Jibril menyampaikannya (melalui wahyu) ke dalam hati Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti apa yang diterima dari Allah.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas" [Asy-Syu'ara : 192-195]
MEMBACA AL-QUR'AN BAGI WANITA HAID
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kami pernah mendengar fatwa Anda yang menyatakan bahwa yang lebih utama bagi seorang wanita haid adalah tidak membaca Al-Qur'an kecuali untuk suatu kebutuhan, mengapa tidak membaca Al-Qur'an yang lebih utama, sementara dalil-dalil yang ada menunjukkan hal yang bertentangan dengan yang Anda katakan ?
Jawaban
Saya tidak tahu yang dimaksud oleh penanya, apakah ia menginginkan dalil-dalil yang dijadikan alasan oleh yang melarangnya ataukah penanya ini mnginginkan dalil-dalil yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Qur'an, tapi yang perlu saya sampaikan di sini adalah bahwa ada beberapa hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
"Artinya : Wanita haidh tidak boleh membaca suatu apapun dari Al-Qur'an".
Akan tetapi hadits-hadits seperti ini yang menyatakan larangan bagi wanita haidh untuk membaca Al-Qur'an bukan hadits-hadits shahih, jika hadits-hadits tersebut bukan hadits-hadits shahih, maka hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak boleh melarang wanita haidh membaca Al-Qur'an hanya berdasarkan hadits-hadits yang tidak shahih ini, tapi adanya hadits-hadits seperti ini menjadikan adanya syubhat, maka berdasarkan inilah kami katakan bahwa yang lebih utama bagi seorang wanita haidh adalah tidak membaca Al-Qur'an kecuali jika hal itu dibutuhkan, seperti seorang guru wanita atau seorang pelajar putri atau situasi-situasi lain yang serupa dengan guru dan pelajar itu.
[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 2/278]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, hal. 60-61 terbitan Darul Haq penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
MEMBACA AL-QUR'AN DI ATAS KUBURAN ORANG YANG TELAH MENINGGAL, MENDOAKANNYA, MELAKUKAN PUASA, SHALAT DAN HAJI UNTUKNYA.
Membaca Al-Qur'an di atas kuburan merupakan perbuatan bid'ah yang tidak berdasar sama sekali baik dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maupun para sahabatnya Radhiyallahu 'anhum. Maka tidak selayaknya bagi kita untuk mengada-ngadakannya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu riwayat menyebutkan.
"Artinya : Setiap yang diada-adakan adalah bid'ah dan setiap bid'ah merupakan kesesatan" [1]
An-Nasa'i menambahkan.
"Artinya : Dan setiap kesesatan berada dalam neraka"[2]
Maka merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk mengikuti para sahabat terdahulu dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, sehingga mendapatkan petunjuk dan kebaikan, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam"[3]
Mendoakan mayat di kuburnya tidak mengapa semisal berdiri di samping kubur dan mendoakan ahli kubur dengan doa yang mudah baginya, seperti.
"Artinya : Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, Ya Allah, jagalah dia dari api neraka. Ya Allah, masukanlah dia dalam surga, Ya Allah, berilah kelapangan baginya di kuburnya"
Dan doa-doa sejenisnya.
Adapun seoorang berdoa di atas kuburan untuk mendoakan dirinya sendiri, maka perbuatan ini termasuk bid'ah, karena suatu tempat tidak boleh dikhususkan untuk berdo'a kecuali beberapa tempat yang telah disebutkan oleh nash.
Apabila tidak ada nash dan sunnah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mengkhususkan suatu tempat di mana pun juga untuk berdo'a bila tidak ada nash yang membolehkannya maka perbuatan tersebut termasuk bid'ah".
Mengenai puasa untuk orang yang meninggal, shalat untuknya, membaca Al-Qur'an baginya dan sejenisnya, sesungguhnya ada empat macam ibadah yang manfaatnya bisa sampai kepada orang yang telah meninggal, menurut ijma' ulama, yaitu : Do'a, kewajiban yang bisa diwakilkan, sedekah dan membebaskan budak.
Adapun selain empat hal tersebut di atas, para ulama berbeda pendapat mengenainya. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa amal shalih yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal tidak bisa bermanfaat baginya selain empat hal tersebut. Namun yang benar adalah bahwa setiap amal shalih yang diperuntukkan bagi orang yang meninggal bisa bermanfaat baginya, jika yang meninggal adalah orang mukmin. Akan tetapi kami tidak sependapat bahwa menghadiahkan suatu ibadah kepada orang yang meninggal merupakan perkara-perkata syar'i yang dituntun dari setiap orang. Justru kita katakana bahwa jika seseorang menghadiahkan pahala dari suatu amalanya, atau meniatkan bahwa pahala dari amalnya diperuntukkan bagi seorang mukmin yang telah meninggal, maka hal tersebut bisa bermanfaat bagi orang yang diberi, akan tetapi perbuatan itu tidak dituntutkan darinya atau tidak disunnahkan baginya.
Dalil hal tersebut, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengarahkan umatnya kepada perbuatan ini. Justru hadits shahih yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menyebutkan.
"Artinya : Jika seseorang meninggal, maka amal perbuatannya terputus kecuali dari tiga perkara ; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shalih yang mendo'akannya"[4]
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan :
"Anak shalih yang mengerjakan amal untuknya atau mengerjakan ibadah puasa, shalat atau yang lainnya untuknya". Ini mengisyaratkan bahwa seyogyanya dilakukan dan disyariatkan adalah do'a untuk orang yang sudah meninggal, bukan menghadiahkan suatu ibadah kepada mereka. Setiap orang di dunia ini membutuhkan suatu amal shalih, maka hendaknya ia menjadikan amal shalihnya untuk dirinya sendiri, dan memperbanyak do'a bagi orang yang telah meninggal, karena yang demikian inilah yang baik dan merupakan cara para Salafus Shalih Rahimahullah.
[Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin, Nur 'Alad Darbi, Juz I, I'dad Fayis Musa Abu Syaikhah]
[Disalin dari kitab Bida'u An-Naasi Fii Al-Qur'ani edisi Indonesia Penyimpangan Terhadap Al-Qur'an oleh Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz. Penerbit Darul Haq]
_________
Catatan
[1].Diriwayatkan oleh Muslim no 867, dalam kitab Jum'ah Bab "Memendekan Shalat dan Khutbah
[2].Potongan hadits yang diriwayatkan An-Nasa'i no. 1577, kitab Khutbah bab Tatacara Khutbah dari hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu
[3].Diriwayatkan oleh Muslim no. 867, 43, dalam, Kitab Jum'ah, bab Memendekan Shalat dan Khutbah
[4].Diriwayatkan oleh Muslim no. 1631, dalam kitab Washiyah, bab Pahala yang Sampai Kepada Mayat Setelah Kematiannya
MENGAKHIRI BACAAN AL-QUR'AN DENGAN SHADAQALLAHUL ADZHIIM
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimanakah pendapat Anda orang yang mengakhiri bacaan Al-Qur'an dengan (ucapan) 'Shadaqallahul 'Adzhiim?' Apakah kalimat ini ada dasarnya dalam syari'at ? Dan apakah orang yang Mengucapkannya boleh dikatakan sebagai seorang ahli bid'ah ?"
Jawaban.
Kami tidak ragu, bahwa kebiasaan ini (mengucapkan 'Shadaqallahul 'Adzim setelah membaca Al-Qur'an) adalah termasuk bid'ah yang diada-adakan, yang tidak terdapat pada masa As-Salafus Shalih.
Dan patut diperhatikan bahwa bid'ah dalam agama itu tidak boleh ada. Karena bid'ah pada asalnya tidak dikenal (diketahui). Walaupun bid'ah itu kadang-kadang diterima di masyarakat dan dianggap baik, tetapi dia tetap dinamakan bid'ah yang sesat.
Sebagaimana diisyaratkan oleh Abdullah bin Umar.
"Artinya : Setiap bid'ah adalah sesat, meski manusia memandangnya baik".
Ucapan : "Shadaqallahul 'Adzhiim (Benarlah apa yang difirmankan Allah Yang Maha Agung) adalah suatu ungkapan yang indah dan tepat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan siapakah yang lebih benar perkataan-Nya daripada Allah?"
[An-Nisaa : 122]
Akan tetapi jika setiap kali kita membaca sepuluh ayat kemudian diikuti dengan membaca Shadaqallahul Adzhiim, saya kuatir suatu hari nanti bacaan Shadaqallahul Adzhiim setelah membaca ayat-ayat Al-Qur'an menjadi seperti bacaan shalawat setelah adzan.
Sebagian lain dari mereka mensyariatkan bacaan ini berdasarkan firman Allah Subahanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Katakanlah ; Shadaqallah (Benarlah apa yang difirmankan Allah)" [Ali Imran : 95]
Mereka ini adalah seperti orang-orang yang membolehkan dzikir dengan membaca : Allah... Allah .... Allah [1], dengan (dalil) firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Katakanlah : Allah ...." [Ar-Ra'd : 16]
Maka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Katakanlah : Benarlah (apa yang difirmankan) Allah" tidak bisa dijadikan dalil tentang bolehnya mengucapkan 'Shadaqallahul Adzhiim setelah selesai membaca Al-Qur'an.
NASEHAT BAGI ORANG YANG SELALU MENGIKUTI TERBITAN MAJALAH DAN TIDAK PERNAH MENYENTUH AL-QUR'AN.
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa nasehat bagi orang yang pada saat yang lama tidak pernah menyentuh Al-Qur'an tanpa udzur, bahkan ada yang selalu mengikuti majalah yang tidak bermanfaat ?
Jawaban.
Di sunnahkan bagi setiap muslim lelaki dan perempuan untuk memperbanyak bacaan Al-Qur'an dengan memperhatikan arti dan maknanya, baik dengan membacanya dari mushaf langsung atau dengan menghafalnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" [Shaad : 29]
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesunguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri" [Fathir : 30]
Membaca disini mencakup pula mengamalkan, membaca dengan memperhatikan arti dan maknanya. Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam membaca Al-Qur'an adalah sarana untuk bisa mengamalkannya, dan ada pahala yang besar sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan memberikan syafaat bagi yang membacanya pada hari Kiamat" [Hadits Riwayat Muslim dama Shahih-nya]
"Artinya : Yang paling baik di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya" [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Shahih-nya]
"Artinya : Barangsiapa membaca satu huruf dalam Al-Qur'an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan pahalanya dilipatkan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan bahwa alif lam mim adalah satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf"
Diriwayatkan dari beliau bahwa beliau berkata kepada Abdullah bin Amr bin 'Ash, "Bacalah Al-Qur'an (sampai tamat) setiap bulan". Abdullah bin Amr bin 'Ash berkata. "Saya bisa membacanya lebih dari itu". Beliau berkata : Khatamkanlah dalam tujuh hari". Dan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhatamkan Al-Qur'an dalam tujuh hari.
Nasehatku untuk para pembaca Al-Qur'an, perbanyaklah bacaan Al-Qur'an dengan memperhatikan arti dan maknanya, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mencari faedahnya dan ilmunya, mengkhatamkannya dalam waktu setiap bulan, kalau bisa kurang dari itu. Itu adalah suatu kebaikan yang agung. Boleh juga mengkhatamkannya kurang dari tujuh hari, tapi jangan lebih cepat dari tiga hari, karena bisa menyebabkan tergesa-gesa dan tidak memperhatikan maknanya. Dan tidak boleh baginya untuk membaca Al-Qur'an kecuali apabila dalam keadaan suci. Tapi apabila membacanya dengan hafalan, maka tidak apa-apa membaca tanpa wudhu. Tapi bila dalam keadaan junub, tidak boleh baginya untuk membacanya, baik dengan membaca dari mushaf maupun dengan hafalan hingga ia mandi, berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad dan penulis kitab-kitab Sunan dengan sanad hasan, dari Ali Radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : "Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada yang menghalanginya dari membaca Al-Qur'an kecuali junub"
ORANG YANG MAHIR MEMBACA AL-QUR'AN BERSAMA PARA MALAIKAT YANG MULIA
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya membaca Al-Qur'an dan tidak mampu menghafalnya, apakah saya mendapat pahala ?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Orang yang membaca Al-Qur'an dan men-tadabburi-nya serta mengamalkannya pasti dia diberi pahala, meskipun tidak menghafalnya, sebagaimana di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha. Beliau berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Orang yang mahir membaca Al-Qur'an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur'an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala" [Potongan Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha no. 244-(898), kitab Al-Musafirin wa Qashruha, bab. 38]
PERBAIKILAH NIAT ANDA DAN PERBANYAKLAH MEMBACA AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Saya hafal dua juz dari Al-Qur'an. Setiap saya menghafal surat berikutnya saya lupa sebagian ayat yang telah saya hafal sebelumnya. Tolong berikan saya petunjuk pada obat penyakit lupa ini. Semoga Allah membalas kebaikan Anda ?
Jawaban
Pertama : Perbaiki niat anda dalam membaca Al-Qur'an Al-Karim
Kedua : Perbanyaklah membaca Al-Qur'an Al-Karim, karena sesunggguhnya Al-Qur'an Al-Karim ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membutuhkan penjagaan (muraja'ah) dan banyak membaca, karena Al-Qur'an itu lebih cepat terlepas melebihi unta dari ikatannya. [Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5033 kitab Fadha'il Al-Qur'an, bab : 23 dan Muslim no. 1/23 (791) Kitab Shalat Al-Musafirin bab 33]
Berarti Al-Qur'an membutuhkan dari anda banyak-banyak muraja'ah dan membaca. Bila engkau telah hafal satu surat, maka seringlah membaca dan mengulang-ngulangnya sampai mantap dan kuat, jangan pindah ke surat lain, kecuali bila engkau sudah menghafalnya dengan itqan (mantap).
Ringkasnya adalah :
[1] Engkau wajib meluruskan niat dan mengamalkan apa yang telah diajarkan oelh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadamu. Dia berfirman.
"Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah ; Allah mengajarimu" [Al-Baqarah : 282]
[2] Engkau wajib memperbanyak membaca (Al-Qur'an).
[3] Mantapkan hafalanmu (yang sudah ada), jangan pindah dari satu ayat ke ayat lain, dari satu surat ke surat lain, kecuali setelah engkau memantapkan hafalan yang sebelumnya dan terpancang dalam ingatanmu.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur'an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur'an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 30-31 Darul Haq]
SEYOGYANYA MENJAGA HAFALAN AL-QUR'AN SEHINGGA TIDAK TERLUPAKAN.
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum orang yang menghafal Al-Qur'an di luar kepala kemudian ia lupa, apakah dia akan dikenakan siksa atau tidak ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Al-Qur'an adalah kalam Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia adalah perkataan yang paling utama dan sarat dengan hukum-hukum, membacanya merupakan ibadah yang meluluhkan hati, membuat jiwa menjadi khusyu dan memberi manfaat lain yang tidak terhitung. Oleh karena itu, nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar selalu menjaganya supaya tidak lupa. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata.
"Artinya : Jangalah (hafalan) Al-Qur'an, demi Dzat yang jiwa saya ada tanganNya, sesungguhnya Al-Qur'an itu sangat cepat terlepas melebihi (lepasnya) unta dari ikatannya" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari hadits Abu Musa Radhiyallahu 'anhu no. 5033, kitab Fadha'il Al-Qur'an bab 23, dan Imam Muslim juga dari Abu Musa no. 1/23-(791), kitab Shalat Al-Musafirin bab 33]
Tidak selayaknya seorang hafizh lalai dari membacanya dan tidak maksimal dalam menjaganya. Seyogyanya dia mempunyai wirid (muraja'ah) harian agar dapat menghindari dari lupa sambil mengharap pahala dan mengambil pelajaran hukum-hukumnya, baik yang berupa aqidah maupun amalan. Namun orang yang hafal sedikit dari Al-Qur'an lalu lupa, karena banyak kesibukan atau karena lalai, maka dia tidak berdosa.
Adapun hadits yang mengandung ancaman bagi orang yang menghafal kemudian lupa, tidak benar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
SEYOGYANYA TERUS MENERUS DALAM MENGHAPAL AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seseorang telah hafal lima juz dari Al-Qur'an, namun karena banyak kesibukan, dia tidak memuraja'ah hafalannya dalam tempo waktu yang cukup lama sehingga hafalannya hilang dan ia lupa. Bagaimana hukumnya, apakah berdosa ? Apakah ada hadits-hadits yang mengancam hal seperti ini ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du.
Orang tersebut perlu dinasehati dan di dorong supaya kembali mempelajari Al-Qur'an seluruhnya, membacanya, men-tadabburi-nya dan mengamalkannya. Dia juga perlu diperingatkan terhadap akibat buruk dari terlalu menyibukkan diri dengan dunia sehinga melupakan urusan agamanya.
Adapun hadits yang mengandung ancaman terhadap orang yang telah hafal Al-Qur'an lalu dia lupa adalah hadits dha'if.
TENTANG IBU YANG BUTA HURUF AL-QUR'AN
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Ibuku buta huruf, tidak bisa baca tulis, namun alhamdulillah, beliau selalu melaksanakan shalat dan shaum, akan tetapi di dalam shalatnya beliau membaca ayat-ayat Al-Qur'an dengan sedikit perubahan, karena kebodohannya. Apakah hal itu dianggap merubah Al-Qur'an Al-Karim sehingga ibu saya dianggap berdosa ataukah beliau itu tidak dikenakan dosa. Saya sering sekali berusaha untuk mengajarinya bacaan yang benar, namun saya tidak mampu merubahnya ?
Jawaban
Ibumu tidak dikenakan dosa Insya Allah atas hal itu, karena ini adalah batas maksimal kemampuannya, sedangkan -Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda- dalam sebuah hadits.
"Artinya : Sesungguhnya orang yang membaca Al-Qur'an Al-Karim dan terbata-bata di dalamnya, sedangkan dia mengalami kesulitan, dia itu mendapat dua pahala"
Selagi engkau mengajarkannya dan berusaha meluruskan lisannya dalam membaca, maka engkau telah berbuat baik dan dia juga berusaha, namun tidak mampu, maka tidak berdosa atas (kekeliruan) itu Insya Allah, akan tetapi dia harus mencoba mengoptimalkan bacaannya, baik lewat belajar atau melalui cara mendengarkan surat-surat yang dia hafal dari kaset rekaman Al-Qur'an Al-Karim atau dia hadir di majelis guru Al-Qur'an -mudah-mudahan mengambil faedah- dan manusia bila terus mencoba, pastilah Allah menolongnya.
WAJIB BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM MENGELUARKAN SEMUA HURUF DARI MAKHRAJNYA
Pertanyaan.
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bagaimana hukum orang yang tidak mampu melafalkan huruf [dhadh] dari makhrajnya. Orang-orang berselisih dalam masalah ini, di antaranya mereka ada yang mengatakan bahwa orang yang tidak mampu mengucapkan [dhadh] harus melafalkan [zha'], ada pula yang berpendapat bahwa dia harus melafalkan [dal], tolonglah beri kami penjelasan yang benar.
Jawaban
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba'du
Wajib bagi orang yang tidak mampu melafalkan [dhadh] dari makhrajnya berusaha semaksimal mungkin dan mengerahkan kemampuannya untuk melatih lidah melafalkan [dhadh] dari makhrajnya dan mengucapkannya dengan ucapan yang benar. Bila ia tetap tidak mampu padahal sudah berusaha semampunya, maka dia itu dimaafkan dan tidak ada kewajiban. Kecuali mengucapkan sesuai kemampuannya. Dia tidak dibebani mengucapkannya menjadi huruf [zha'] atau [dal] secara khusus, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuannya" [Al-Baqarah : 286]
Dan firmanNya.
"Artinya : Dan dia tidak menjadikan sedikit kesulitanpun atas kalian di dalam agama (ini)" [Al-Hajj : 78]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar